Seni dan Budaya Toba

Adat Toba Si Gale-Gale yang terancam Punah



Sigale-Gale merupakan salah satu kebudayaan Batak Toba yang dibanggakan. Boneka gerak ini menyimpan suatu cerita mistis yang mengagumkan. Dahulu, ada seorang raja, yang memiliki anak bernama Manggale. Dalam sebuah peperangan, Manggale tewas. Sang raja pun menjadi sangat sedih, hingga akhirnya jatuh sakit.

Penasihat kerajaan lalu mencari tabib di seluruh negeri. Seorang tabib mengatakan bahwa raja sakit rindu. Dan untuk mengobatinya sang tabib mengusulkan kepada penasehat kerajaan untuk dibuat suatu upacara di kerajaan itu dan memahat sebuah kayu menyerupai wajah Manggale.

Dalam upacara itu, sang tabib memanggil roh Manggale dan rohnya dimasukkan ke dalam kayu yang dipahat menyerupai wajahnya, kemudian boneka Manggale itu manortor (menari-red) dengan iringan khas musik Batak Toba, yaitu Sordam dan Gondang Sabangunan.

Jika mau menonton langsung pertunjukan tradisional dari Tanah Batak itu, pergilah ke Samosir. Kabarnya ada empat tempat yang dapat mempertontonkannya di sana. Dua di antaranya yang mudah dijangkau adalah tempat wisata Tomok dan Museum Hutabolon Simanindo. Pengunjung dapat memesan langsung pertunjukan Sigale-gale dengan bayaran tertentu. Pengunjung yang ingin menontonnya pun tidak dibatasi dari jumlah dan usia. Terkadang dua tiga orang yang tertarik, seperti turis mancanegara, dapat meminta kepada pengusaha pertunjukan untuk segera memainkannya dengan iringan musikal gondang Batak dan delapan sampai sepuluh penari pengiringnya. Rombongan anak-anak sekolah pun sering berkunjung ke Samosir untuk menyaksikan Sigale-gale dalam durasi tertentu dari pilihan-pilihan repertoar musiknya. Repertoar di dua tempat tersebut dapat membosankan jika melebihi satu jam. Apalagi sekarang musik pengiringnya sudah sering menggunakan rekaman kaset audio (playback).



Sigale-Gale ini, menjadi salah satu ikon kebudayaan Sumatera Utara yang masih menarik perhatian pengunjung baik dari lokal maupun internasional.


Marsialap Ari Tapanuli yang Mempererat Persatuan


Di dalam kehidupan ni halak hita Tapanuli bagian Selatan ada satu tradisi atau budaya yang mungkin satu-satunya tradisi yang paling unik di dunia ini, yaitu MARSIALAP ARI. Marsialap ari adalah suatu tradisi saling membantu, menolong atau saling memberi di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tapanuli bagian Selatan. Marsialap ari ini bisa dilakukan oleh sesama kaum ibu-ibu, bapak-bapak atau pun diantara naposo/nauli bulung (muda-mudi). Misalnya dari kaum umak-umak (ibu-ibu) yang berjumlah 10 orang, sepakat melakukan marsialap ari. Marsialap ari di hari yang pertama sepakat dilakukan di tempat bu Regar, misalnya. Maka ke-9 kaum ibu-ibu ini pun dalanglah ke tempat ibu Regar untuk menolong atau memberikan bantuan, seperti misalnya pergi ke sawah untuk bersama-sama manyuan eme (menanam padi) di sawah bu Regar. Di hari kedua dilakukan di tempat bu Harahap. Maka semua kaum ibu-ibu tadi termasuk ibu Regar juga ikut bersama-sama memberikan bantuan tenaga untuk bu Harahap, misalnya ke sawah atau ke kebun yang kira-kira sangat mendesak untuk dikerjakan. Begitu juga di hari ke tiga, ke empat dan seterusnya sampai ke 10 kaum ibu-ibu ini semua dapat giliran untuk diberi bantuan oleh sesama mereka (anggota)yang berjumlah 10 orang.



Adapun manfaat dari marsialap ari itu diantaranya adalah pekerjaan yang berat terasa menjadi lebih ringan dan cepat selesainya karena dikerjakan beramai-ramai secara gotong royong, bila dibandingkan hanya dilakukan oleh satu orang saja. Itu yang pertama. Yang kedua, mempererat tali silaturahmi diantara sesama tetangga, saudara, teman dan handai taulan yang telah melakukan marsialap ari.




Mitos Tortor Toba


Tari Tor tor adalah tari tradisional Suku Batak. Gerakan tarian ini seirama dengan iringan musik (magondangi) yang dimainkan menggunakan alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak, dan lain-lain.

Menurut sejarah, tari tor tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh. Roh tersebut dipanggil dan “masuk” ke patung-patung batu (merupakan simbol leluhur).
Patung-patung tersebut tersebut kemudian bergerak seperti menari, tetapi dengan gerakan yang kaku. Gerakan tersebut berupa gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan.

Jenis tari tor tor beragam. Ada yang dinamakan tor tor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar. Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk purut agar jauh dari mara bahaya. Selanjutnya ada tari tor tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja.

Tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung). Terakhir, ada tor tor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya ritual. Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah.
Tunggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah, dan Benua bawah.

Dahulu, tarian ini juga dilakukan untuk acara seremoni ketika orangtua atau anggota keluarganya meninggal dunia. Kini, tari tor tor biasanya hanya digunakan untuk menyambut turis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar